27 Juni 2008

Antara Tim Jerman, Kroasia dan PKB

Oleh : HM. IKSAN EFFENDI *
* Sekretaris Carateker DPC PKB Kabupaten Jombang, Jawa Timur

KETEGARAN Jerman tergoyahkan oleh striker Olic pada menit ke-62, Kroasia mampu menjegal gerak cepat Jerman dengan permainan cepat Ivica Olic yang didukung oleh penyerang lubang Niko Kranjcar. Sebenarnya jerman telah memasang Skuad terbaik Lucas podolski. sayang, gempuran dan soliditas pertahanan Jerman tertembus Kroasia dijantung pertahanannya. Gairah pertandingan Jerman-Kroasia memang luar biasa. Penonton TV saja terbawa emosi. Saya membayangkan kalau saja bisa berbaur bersama supporter yang berjumlah 43 ribu di Klagenfurt tentu lebih bangga dan happy. Seperti kebanyakan penonton yang lain. Saya juga bisa mencaci-maki pemain bola dilapangan, misalnya Miroslav klose, Stuttgart. Bahkan karena jengkelnya saya “pisui” Christoph Metzelder karena kebobolan dipertahannya.

Kroasia memang ‘sialan’, mereka mampu mengimbangi permainan cepat Jerman yang diprediksi banyak penonton jerman bakal menang. Kroasia dengan skema 4-4-1-1 disokong pemain kwartet Danijel, Darijo, Nico, Kovac bisa berjalan mulus dan stabil. Kekalahn Jerman terhadap Kroasia telah menjadi kejutan, sama seperti ketika pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengumumkan kemenangan Muhaimin terhadap Gus Dur, juga telah menjadi kejutan, seperti halnya umumnya penonton bola. Para simpatisan Gus dur banyak menyayangkan dari langkah-langkah yang ditempuh second line-nya. Gus Dur dicap belum optimal. Beda dengan Muhaimin yang dianggap mampu mencebol pertahanan Gus Dur. Dan dianggap menerobos KPU, Depkum HAM, dan Istana Presiden.

Falsafah bola dan Falsafah politik tentu memiliki perbedaan, meski ada beberapa kesamaanya. Ending dari permainan bola langsung bisa dihitung, berapa lawan berapa, Misalnya 2-1, atau berakhir dengan 2-2 dan seterusnya. Namun dalam kancah politik belum bisa dinilai demikian, artinya tidak bisa dijumlahkan kalau 1+1 pasti ketemu 2. Masih banyak lagi variable yang harus diterjemahkan. Kekalahan awal Gus Dur bisa saja menjadi kemenangan akhir dari keseluruhan permainan. Lihat saja hasil keputusan Majelis hakim PN Jakarta selatan, bahwa Muhaimin dan Lukaman Edi ditetapkan sebagai Ketua Umum Tanfidz dan sekertaris Jendral DPP PKB. Padakal banyak SK DPP untuk DPC (tingkat kota-kabupaten) ditanda tangani Muhaimin dan Yenny wahid.

Gus Dur kadang melakukan serangan panjang dengan umpan-umpan pendek. Ini seperti halnya tim Argentina, Brazil ataupun seperti permainan bola Amerika Latin. Banyak kejutan permainan Gus Dur yang menjadikan penonton tertipu dengan gaya gabungan bola liarnya. Belum lagi fakta social diseluruh Indonesia yang tak terbantahkan. Bahwa konstituen menganggap PKB ya Gus Dur. Fakta ini yang akan menyulitkan langkah Muhaimin meski menang dibabak pertama yang disokong putusan PN Jakarta Selatan.

Masih ada kesempatan kasasi, masih ada lagi aset yang melekat di Gus Dur. Mars PKB, Logo gambar dan atribut lainya tentu tidak mudah untuk pindah ketangan Muhaimin. Dalam hal permainan bola Jerman v Kroasia penonton disuguhi taktik dan keindahaan masing-masing kesebelasan. Namun perseteruan Gus Dur v Muhaimin, masyarakat sudah terlanjur menilai Gus Dur lah yang benar, Muhaimin tidak bisa mengalahkan Gus Dur, tapi harus diakui, Mihaimin masih dianggap mampu merecoki agenda politik PKB.
Upaya Muhaimin hanyalah sebagai upaya mencari pengakuan agar dirinya tidak diganti oleh Ali Masykur. Kemenangn final belum tentu bisa diraih. Namun kecaman negative oleh konstituen sudah pasti berimbas ke diri Muhaimin. Tidak bisa dipungkiri GusDur-lah yang menjadikan Muhaimin seperti sekarang ini. Bukan hanya sekedar diberi umpan saja. Lebih dari itu, Gus Dur telah memberi bola, lapangan, kesempatan dan semua atribut permainan bola. Muhaimin Iskandar banyak menyerap teorinya Gus Dur. Pertikaian selama ini bagaikan ilmu yang mengalirkan energi ke Muhaimin. Peluang menang muhaimin memang masi terbuka lebar. Namun, resiko social juga sangat besar. Berkacalah dengan peristiwa Gus Dur melawan Soeharto. Atau mengkaji kenapa FPI di-sweeping oleh masyarakat. Kenapa demikian ?. Karena Gus Dur sudar terakui menjadi symbol rakyat. Seorang Gus Dur memang tidak selalu menang. Karena beliau punya kelemahan fisik dan umur yang terus mendera. Namun, pantulan-pantulan sikapnya Gus Dur akan bergerak menghantam kesemua lini yang berakibat terdistorisasi lawan Gus Dur.

Pertandingan bakal terus ketat hingga akhir turnamen. Keputusan PN Jakarta Selatan pada 12 juni 2008 belum bisa dijadikan acuan kemenangan akhir, sama halnya arsenal tampil diawal musim dan masih unggul 5 angka diatas Manchester United sampai februari 2008. tapi menjelang berkhirnya musim, pemain Arsenal terus menurun dan akhirnya hanya finis di posisi ketiga.

Demikian juga Almarhum Matori Abdul Djalil, dilangkah perdananya selalu menang dan menang terus, namun ending-nya sangat memilukan. Tidak hanya sekedar kalah, tapi drop segalanya. Kemenangan Kroasia terhadap Jerman bukanlah kemenangan akhir dari pertandingan. Kemenangan itu hanyalah menghantarkan Kroasia berada pada perempat final karena menempati pucuk pimpinan group B dengan poin 6, Jerman berada di peringkat kedua dengan meraih poit 3.

Syahwat pemain bola memang beraneka ragam, sama seperti penikmat politik. Karier pemain bola dan karir politik ibarat drama kehidupan. Saat tertentu disanjung bagaikan pahlawan. Disaat lain di caci maki. Muhaimin adalah politisi muda yang tentunya telah banyak merasakan pahit getirnya kehidupan politik. Namun kesempatan waktu terakhir ini adalah momentumnya untuk bisa menentukan kehidupan politiknya dimasa 5 sampai 10 tahun mendatang.

Juka Muhaimin mampu menempatkan diri untuk memperoleh simpati masyarakat, maka dia akan mempunyai tempat dihati pendukungnya. Sama seperti Mario Kempes atau Pele. Namun, jika tidak bisa menempatkan diri, tentu akan berakhir dengan tragis seperti halnya Matori, mantan Ketua umum DPP PKB atau pemain Argentina Maradona yang masa kejayaanya disanjung dan dielukan. Namun akhirnya karirnya tenggelam ditinggalkan pendukunya.