25 September 2008

Di Tahun 2009, Sekolah Swasta se-Jatim Bebas SPP


SURABAYA (SINDO) – Tak hanya Surabaya yang menggratiskan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP).Tahun depan,semua siswa sekolah swasta di Jawa Timur dijamin bebas biaya.


Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Jatim menjamin, mulai 2009, semua biaya pendidikan di sekolah negeri maupun swasta makin ringan. SPP sekolah swasta bisa digratiskan. Menurut Kepala Dinas P dan K Jatim Rasiyo,keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan membawa angin segar bagi dunia pendidikan. Semua biaya operasional pendidikan ditanggung pemerintah, baik sekolah negeri maupun swasta. ”Makanya sekolah kami sarankan segera melakukan sosialisasi dengan wali murid. Sehingga kebutuhan biaya pendidikan tidak lagi dibebankan pada siswa,” ujar Rasiyo kemarin. Rasiyo mengimbau, semua kebutuhan sekolah harus disampaikan secara transparan pada wali murid. Dengan demikian tidak ada lagi biaya ”siluman”yang sengaja ditutup-tutupi sekolah.Kecurangan di sekolah bisa diminimalisasi. Untuk menarik biaya investasi dan pengembangan, menurut Rasiyo, sekolah swasta harus minta izin wali murid. Sehingga ada kesepakatan antara sekolah dan wali murid dalam menentukan besaran kebutuhan biaya investasi dan pengembangan sekolah. ”Pada prinsipnya tidak ada masalah sekolah minta bantuan pendidikan.


Siswa dari keluarga miskin tidak punya kewajiban membayar bantuan pendidikan. Jadi, siapa saja yang ingin menyumbang sekolah,tetap memiliki kesempatan,” ujar mantan Kepala SMPN 1 Gresik tersebut. Sekolah dianjurkan berkreasi sendiri. Dengan kreatif, sekolah tak akan selamanya bergantung pada pemerintah. ”Cuma, jangan sampai memaksakan diri menarik biaya dari siswa yang tidak mampu.Namun,bagi wali murid yang ingin memberikan bantuan dana bisa diterima. Partisipasi masyarakat memang diperlukan untuk mendukung pendidikan,”ungkap pria kelahiran Kabupaten Madiun tersebut. Untuk meminimalisasi terjadinya penyelewengan,Dinas P dan K Jatim mengirimkan 5.000 tenaga pengawas. Tiap pengawas menangani 10–15 sekolah. tiap tiga bulan para pengawas harus melaporkan hasil pantauannya. ”Saya yakin, kalau seperti itu pengawasannya, jelastidakadalagi penyelewengan dana pendidikan di sekolah,”ujarnya.


Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Sahudi menambahkan, sekolah harus bisa membedakan biaya yang ditanggung pemerintah dengan yang ditanggung sendiri oleh sekolah. Untuk menarik biaya investasi dan pengembangan, sekolah swasta harus minta izin wali murid. Sehingga ada kesepakatan bersama antara sekolah dan wali murid dalam menentukan kebutuhan biaya pengembangan sekolah. Mantan Kepala SMAN 15 Surabaya itu menambahkan, biaya penambahan ruang kelas, fasilitas sekolah, sampai pengadaan buku tidak masuk biaya operasional.Penambahan itu masuk biaya investasi dan pengembangan sekolah. ”Jadi harus jelas ditulis dalam rancangan anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS). Sehingga Dindik juga tahu kebutuhan sekolah seperti apa,”imbuh pria kelahiran Banyuwangi itu.


Kepala SD Al Hikmah Surabaya –salah satu sekolah swasta di Surabaya– Gatot Sulanjono meminta,seharusnya penerapan PP No 48/2008 diperjelas. Pasalnya,biaya operasional masing-masing sekolah swasta berbeda. Pengeluaran untuk itu jelas beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sampai saat ini pihaknya belum menerima informasi tentang pelaksanaan PP itu. Pihaknya khawatir PP tidak bisa diterapkan karena kurangnya sosialisasi. Untuk itu,Dindik Surabaya harus segera mengumpulkan sekolah swasta untuk menentukan kesepakatan biaya yang akan ditanggung pemerintah. Sehingga pihak sekolah juga tidak kesulitan menentukan biaya lainnya. ”Kalau di sekolah kami saja biaya untuk listrik bisa jutaan. Biaya itu jelas berbeda dengan sekolahyanglain.Apalagijenis sekolah swasta beragam, ada yang memberikan layanan lebih, sehingga sulit disamakan. Apalagi bagi sekolah swasta yang sudah menerapkan fullday school,”ungkapnya.